Sabtu, 05 Mei 2012

Kendalikan Dunia


Kendalikan Diri, Lalu Kendalikan Dunia…..
Allah SWT telah menetapkan kita sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah, seyogyanya kita menjadi penentu, bukan pihak yang ditentukan, karena kita adalah para pengendali, bukan pihak yang dikendalikan.
Kita semestinya menjadi subyek, bukan obyek yang selalu menjadi bulan-bulanan, korban, atau sasaran permainan orang lain.
Namun, sungguh ironis. Di satu sisi kita telah ditetapkan dan dilantik sebagai khalifah, tapi dalam kenyataannya kita masih sering menjadi obyek kepentingan pihak-pihak lain.
Pertanyaannya, apakah Allah SWT salah dalam menunjuk kita sebagai khalifah?
Sesungguhnya Allah SWT takan pernah salah mengangkat kita sebagai khalifah. Sebab, orang-orang sebelum kita telah menunjukkan kemampuannya yang luar biasa saat menjadi khalifah.  Sebut saja, misalnya para khulafaur rasyidin dan khalifah Umar bin Abdul Aziz. Mereka menjadi pengendali sekaligus penentu. Mereka menjadi pemain sekaligus pemenang.
Rahasia Sang Pengendali
Apa sebenarnya rahasia keberhasilan mereka? Ternyata, sebelum mereka Berjaya mengendalikan dunia, mereka telah piawai mengendalikan diri sendiri. Sebelum menundukkan orang lain, mereka telah mampu menundukkan diri sendiri. Sebelum menguasai pihak lain, mereka telah menguasai diri sendiri.
Mengendalikan diri sendiri ternyata menjadi pangkal kesuksesan yang sejati. Allah SWT berfirman :
“Dan adapun orang-orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat tinggalnya. (An-Nazi’at:40-41)
Lalu bagaimana dengan kita saat ini? Tampaknya kita masih lemah untuk urusan yang satu ini. Kita masih belum memiliki kekuatan apa-apa dikarenakan kita masih lemah menghadapi diri kita sendiri. Kita belum mampu mengendalikan hawa nafsu yang selama ini masih mendominasi dan menguasai diri kita. Padahal, kita bisa dengan mudah melepaskan diri dari belenggu kapitalisme, misalnya.  Cukup dengan satu tindakan saja, yaitu melepaskan belenggu “cinta dunia”.
Senjata kapitalisme itu ada dua, menjadikan dunia tampak indah, dan menjadikan manusia tergantung kepadanya. Salah satu keahlian musuh-musuh Islam adalah mengemas dunia tampak indah di mata penggemarnya. Minuman keras yang memabukkan dan merusak akal manusia dikemas sedemikian rupa hingga terlihat indah mempesona. Demikian juga rokok yang jelas-jelas merusak kesehatan dicitrakan sebagai selera lelaki sejati.
Seks bebas yang jelas-jelas merusak tatanan social dan kesehatan reproduksi dikemas indah menjadi gaya hidup. Orang yang setia hanya pada pasangannya dianggap kuno dan “kurang gaul”. Padahal seks bebas telah melahirkan berbagai penyakit social yang mematikan seperti HIV dan AIDS.
Keahlian memoles kemungkaran menjadi kenikmatan merupakan profesi yang paling digemari saat ini. Melalui ilmu komunikasi marketing, kemudian disuguhkan melalui media, maka jadilah kejahatan menjadi kemewahan, tontonan menjadi tuntunan, perilaku merusak menjadi kebiasaan.
Kejahatan yang diulang-ulang menjadi “lumrah”, lama-lama menjadi “biasa”, berikutnya menjadi kebenaran yang tak dipermaslahkan. Na’udzubillah.
Karena itu, agar hidup kita tidak dikendalikan pihak lain, maka kita harus mampu mengendalikan diri sendiri. Hal-hal penting yang sangat perlu kita kendalikan adalah :
  1. Emosi
Mengelola emosi merupakan hal sangat penting bagi semua orang. Seseorang yang pandai mengelola emosinya akan terselamatkan dari berbagai musibah. Sebaliknya orang yang tak pandai mengelola emosinya pasti akan celaka.
                Rasulullah SAW ketika ditanya seorang sahabat tentang  pengertian Islam, Beliau menjawab singkat: “ Laa Taghdob, Jangan marah (bagian penting dari emosi)”.
                Bahkan, dalam sebuah Hadits, Rasulullah SAW Bersabda, “Laa taghdhab walakal jannah (Jangan marah, kalian akan mendapatkan surge).
                Dalam suatu debat di televise, seorang panelis yang mudah terpancing emosinya akan dengan mudah dikalahkan oleh lawan bicaranya. Sebaliknya, panelis yang pandai mengelola emosinya akan sulit dijatuhkan. Bahkan dia akan menjadi pemenang. Rahasianya adalah orang yang emosional akan mudah dikendalikan.
  1. Waktu
Bagi seorang Muslim, waktu sangatlah berharga. Waktu yang telah berlalu tak pernah berulang kembali. Remaja tidak akan pernah menjadi kanak-kanak lagi. Demikian juga orang dewasa takan pernah menjadi remaja lagi. Apalagi orang tua, tak akan bisa menjadi muda lagi.
                Itulah sebabnya, manajemen waktu merupakan keniscayaan bagi orang yang beriman. Allah SWT mengingatkan tentang pentingnya waktu hingga Dia bersumpah dengan waktu. Sebutlah misalnya, wal-ashr (demi waktu), wadh-dhuha (demi waktu dhuha), wal-laili (demi waktu malam), wan-nahari (demi waktu siang), wal-fajr (demi waktu fajr).
                Rasulullah SAW juga bersabda, “Dua karunia yang sering dilupakan manusia, yaitu kesehatan dan kesempatan (waktu).” (H.R Bukhari)
                Orang yang cerdas adalah mereka yang pandai menggunakan waktunya sebesar-besarnya untuk memperoleh ridha Allah SWT melalui ibadah dan amal saleh. Mereka hanya disibukkan oleh dua kegiatan penting sepanjang hidupnya, yaitu ibadah dan amal shaleh. Titik. Tak ada waktu untuk hal yang sia-sia, apalagi untuk bermaksiat kepada Allah SWT.
  1. Prioritas
Adalah aneh jika masih ada seorang Muslim yang bertanya seperti ini, “Apa yang akan saya kerjakan?”.
                Semestinya seorang Muslim tahu bahwa ia memiliki banyak sekali pekerjaan. Dan, kalau pun ia harus bertanya, maka bentuk pertanyaan semestinya adalah, “Mana yang paling penting dan paling mendesak untuk saya kerjakan lebih dulu?”.
                Terlalu banyak tugas dan pekerjaan di depan kita. Dibandingkan dengan ketersediaan waktu dan ketersediaan sumberdaya, tak mungkin kita bisa mengerjakan semua tugas-tugas kita. Untuk itu kita harus memilih dan menentukan skala prioritas.
                Seorang Muslim seharusnya selalu menempatkan kepentingan agamanya sebagai prioritas yang paling utama. Dengan menempatkan agama sebagai prioritas, maka yang lain bisa digeser jika waktu shalat tiba. Yang lain bisa dikalahkan jika menyangkut kepentingan agama.
                Kita harus memilih prioritas, karena sumber daya kita terbatas. Dalam menentukan prioritas ini, Allah SWT membimbing kita melalui Firman-Nya:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, aka nada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata. ( Al-Ahzab: 36).
4.       Kata-kata
Di antara hal terpenting yang juga harus dapat kita kendalikan adalah memilih kata-kata. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa keselamatan manusia itu terletak pada lisannya.
                Betapa banyak guru yang kehilangan kehormatan karena kata-katanya jorok, pemimpin kehilangan wibawanya karena kata-katanya sering menghina dan merendahkan. Demikian juga orang kebanyakan mendapatkan celaka karena pembicaraanya.
                Lidah memang tak bertulang. Tapi, sebagai pemiliknya kita tetap harus bisa mengendalikannya. Tak boleh sembarangan bicara, harus kenal waktu, situasi dan kondisinya. Kata-kata kotor, jorok, menghina, merendahkan, menyakitkan, dan menusuk perasaan, harus dihindari. Kata pepatah: Mulutmu Harimaumu!.
                Sebaliknya, kita harus pandai memilih kata yang santun, menghormati dan memuliakan. Lebih jauh lagi, kita harus pandai memilih kata yang efektif.
                Rasulullah SAW dikenal pandai memilih kata dan kalimat sehingga beliau dikenal sebagai “jawami’ul kalim” (memilih satu kata yang bisa menjelaskan banyak hal).
                Kehidupan pribadi Rasulullah SAW adalah teladan terbaik bagi umat manusia. Beliatu sukses memimpin umat, sekaligus sukses memimpin keluarga. Sabda Beliau, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku di antara kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” (H.R Tirmidzi).
                Keberhasilan kita memimpin rumah merupakan modal kepemimpinan kita di luar rumah. Jika kita gagal memimpin keluarga, jangan banyak berharap dapat sukses memimpin masyarakat yang lebih luas. Sebelum mampu mengendalikan orang banyak, terlebih dahulu kita harus mampu mengendalikan diri dan keluarga kita sendiri.
Wallahu a’lam bish shawab.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gunakan bahasa yang baik dan sopan.